Thursday, July 30, 2009

Haqqi sekolah!

Photobucket

Playgroup Seruni, Bukit Rivaria Sawangan, kedatangan seorang bocah ceria yang sudah lama menanti tanggal 27 Juli 2009, "mau main posotan" katanya. ;)

Selamat 'sekolah' abang Haqqi..!

Tuesday, July 21, 2009

ke Bandung yuuk...

Sebenarnya gak berniat liburan ke Bandung, mengingat betapa bakal macetnya kota bandung saat weekend dimusim liburan sekolah. Tapi ada undangan pernikahan di tanggal 4 Juli dari seorang kerabat membuat kita jadi juga jalan2 kesana.

Kita nggak berani menargetkan tujuan 'wisata' yang muluk2, hehe.. takut kecewa kalau gak kesampean gara2 crowded-nya kota kembang itu.
Jadi cuma 2 tempat aja yang kita cita-citakan, yaitu Rumah Strawberry di Lembang dan Museum Geologi.

Hari Sabtu siang, sementara Ibu dan Nyai masih stay di tempat resepsi (tempatnya di rumah mempelai, banyak kerabat berkumpul sehingga Nyai betah :D), masHafizh, abangHaqqi dan Ayah 'melarikan diri' dari arena resepsi menuju BIP yang ternyata ada robot2 Transformer disana. Girang sekali bukan cowok2 itu? :D. Mas Hafizh langsung mengajukan proposal untuk beli mainan robot dengan uang tabungannya sendiri.

Ibu menyusul -tanpa Nyai, karena masih belum puas berkumpul dengan para kerabat- dan kita langsung menuju Museum Geologi (tentu setelah cowok2 itu puas ketemu Bumblebee, OptimusPrime, dkk-). Tapi sayangnya museum sudah tutup. Ternyata di hari Sabtu & Minggu museum tutup jam 13.00. Ya sudah, kita berkunjung aja ke kantin sakinah, AyahIbu mau nostalgiah :p. Sekarang namanya jadi EsDurian pak Aip, es durennya masih mantap dan sekarang banyak variannya. Hmmh.. slruup!

Malamnya, setelah menjemput Nyai, kita meluncur ke Ayam Bakar Colombo di Sulanjana, lagi-lagi niatnya nostalgiah jaman jahiliyah :D, tapi apa daya warungnya sudah mau tutup, kemaleman dong. Jadinya kita menuju Cilaki, masih ada nuansa nostalgia juga kok :D.
Menginap di MQ guest house di geger kalong, supaya lebih mudah menuju Lembang esok harinya. Aih.. hotelnya asyik juga ternyata!

Rumah Strawberry, satu kata: puas!. Karena Ibu sudah booking setahun sebelumnya, enggak ding.. cuma tiga hari sebelumnya, kita dapet saung yang asyik dan jatah petik strawberry lebih dulu. Jam 10pagi sudah nongkrong di saung. Pesan paket makan berempat seharga Rp.110ribu, sudah termasuk jatah petik stroberi sebanyak 4 ons (ceritanya masing2 bisa petik 1 ons gitu).
Seperti diduga, abang Haqqi yang paling semangat, harus terus diikuti kalau nggak mau stoberi yg masih hijau ikutan digunting. Hasil akhir nggak sampe 4 ons, tapi gakpapa soalnya sudah masuk perut ibu beberapa buah selama acara petik-petik, hehe.. enak banget loh stroberi segar itu.




Selesai petik-petik, kembali ke saung dan langsung dihidangkan makan siang. Keripik singkong sebagai appetizer-nya enak deh, gratis pula :). Paket berempat yang kita pilih adalah nasi liwet lengkap, lauk gurame goreng, tumis ikan peda asin, lalap kumplit, tahu tempe goreng, kerupuk & sambal. Duh.. yummy banget semuanya. Jangan lupa strawberry fresh juice-nya, aah.. bikin ketagihan pokoknya.




Keluar dari Rumah Strawberry jangan lupa mampir di Tahu Barokah, letaknya gak jauh dari gerbang Rumah Strawberry. Tahu bandung yang enak banget ini oke juga untuk dijadikan alternatif oleh-oleh dari Bandung.

Meluncur menuju Museum Geologi ternyata penuh perjuangan. Seperti yang diduga, Bandung padat sekaliii...! Apalagi museum letaknya didekat lapangan Gasibu yang kalau hari minggu berubah jadi pasar kaget. Alhasil sampai juga di museum, tapi cuma sebentar banget karena sudah mau tutup, pfiuh... nyaris mas Hafizh kecewa lagi. Berhasil juga lihat kerangka dinosaurus dkk. meskipun belum sempat menjelajah seluruh museum karena masHafizh betah di ruangan fosil itu. Next time kita mampir lagi yaa...





Dari museum kita mampir dulu di Sop Buah Cimandiri di belakang Gedung Sate, segeerr! Trus langsung meluncur lagi ke Jakarta meninggalkan Bandung yang masih super padat.

Kata orang Jakarta mah, Bandung emang gak ada matinye yee...! :)

Tuesday, July 14, 2009

Kumite

Beberapa sahabat pernah melontarkan pertanyaan separo retoris seperti ini:
“kalau tahu tidak ada jaminan akan bahagia & tidak disakiti, kenapa juga harus menikah?”
“sebenarnya untuk apa sih menikah, kalau tau hanya mengundang masalah-masalah baru?”
“bukannya lebih enak being single ya? Gak tergantung siapa-siapa, dan belum tentu tidak lebih bahagia daripada yang menikah”

Tentu saja mereka yang punya pertanyaan (atau pendapat) seperti ini berstatus single alias belum menikah. Kalimat2 itu terlontar ketika mereka menyaksikan kejadian2 menyedihkan seputar pernikahan, di televisi maupun yang ‘nyata’ terjadi pada orang-orang terdekat kita.
Saya cuma bisa nyengir karena nggak punya jawaban yang tepat. Tapi saya punya satu analogi asal-asalan yang barangkali mendekati jawabannya.

Dalam dunia beladiri, katakanlah karate, ada tingkatan-tingkatan yang harus dilalui oleh seorang karateka. Tingkatan mereka ditandai dengan warna sabuk yang mengikat pinggang mereka. Setiap kali akan naik tingkat dan menganti warna sabuk yang lebih tinggi, mereka diwajibkan untuk mengikuti ujian kenaikan tingkat. Semakin tinggi tingkatan yang akan diraih tentu saja ujiannya semakin berat.

Dimulai pada saat ujian pengambilan sabuk hijau, salah satu ujian yang harus dihadapi oleh karateka bersabuk kuning adalah bertanding satu lawan satu, kumite istilahnya. Pada saat kumite selain kemampuan fisik, mental yang kuat dan berani juga harus dimiliki. Saya ingat salah seorang teman Hafizh, yang bersembunyi pada saat kumite akan dimulai pada waktu ujian pengambilan sabuk hijau. Takut. Gimana kalau kena tsuki (pukulan) atau kena geri (tendangan). Alhasil waktu itu perlu bujukan penuh dari Sempai (guru karate) sampai akhirnya dia mau juga mengikuti kumite.

Sebenarnya nggak apa-apa bukan kalau tidak ikut kumite? Daripada badan bonyok-bonyok? Tetap bersabuk kuning aja selamanya, yang penting kan dunia tentram, toh dengan bersabuk kuning tetap bisa terus berlatih karate dan badan tetap sehat?.

Ya nggak apa-apa juga sih. Tapi seandainya seorang karateka selalu rajin berlatih, mengikuti semua petunjuk Sempai, mengikuti semua peraturan dalam karate, pasti kumite dapat dilalui dengan baik tanpa harus terjadi cidera berat pada kedua pihak. Bahkan keduanya bisa lulus dengan baik dan berhak mengenakan sabuk yang baru.
Naik tingkat. Mendapat sertifikat sah, diakui oleh dunia beladiri sebagai karateka sejati, dan yang pasti mendapat kepuasan batin karena bisa melewati ujian dengan baik.

Ah, tapi saya memang belum punya kapasitas untuk memberikan jawaban atas semua pertanyaan diatas, bahkan sekedar analogi asal-asalan seperti ini rasanya tidak memuaskan, bahkan bagi hati saya sendiri :D.

Pada akhirnya saya hanya bisa berdoa, semoga Allah SWT memberi kemudahan kepada para sahabat yang belum menikah untuk segera menyempurnakan sebagian agamanya, menjadikan pernikahan untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan menaikkan derajatnya di hadapan penciptanya.

7 Juli 2009
ditulis di hari milad pernikahan ke-9, special untuk 'pasangan kumite'-ku ;)
semoga SangMahaGuru senantiasa membimbing kita dalam menempuh setiap ujian dalam pernikahan. amiin...