Thursday, May 08, 2008

Hujan

Saya suka hujan. Sukaaa sekali. Berada dibalik kaca jendela saat hujan di siang hari, mendengarkan gemerciknya saat menabrak kaca jendela, apalagi ditemani segelas coklat hangat, plus anak-anak yang terlelap dalam tidur siang mereka di sebelah saya, wow, it’s heaven! Menikmati gemerisik daun pohon mangga dan jambu biji dihalaman yang bermain bersama deras air hujan, mengirim rasa mendadak romantis yang kadang mencengangkan.

Ketika hujan mulai mereda, buka lebar daun jendela dan saya biarkan wangi rumput dan tanah basah mengisi segenap ruang kamar, pejamkan mata, lalu hikmat meresapi salah satu aroma favorit hidup saya itu. Segar, dan damai!.

Waktu kecil, saya ingat sekali betapa gembiranya saya ketika hujan deras turun. Saya bisa merengek kepada ayah saya agar diizinkan bermain hujan bersama teman-teman kecil saya yang sudah melonjak-lonjak girang menangkap air hujan di pekarangan tetangga. Suara riuh mereka membuat saya teruus merengek sampai Ayah saya mengizinkan. Saat Ayah saya mengangguk tanda memberi izin, tak terkira gembiranya saya bergabung bersama para pencinta hujan di seberang rumah saya itu.

Kalau tidak diizinkan karena kondisi badan yang kurang sehat, saya cukup puas diperbolehkan berjalan-jalan di bawah payung di halaman rumah, mondar-mandir menendang-nendang air yang menggenang sampai hujan reda. Mungkin itulah cikal bakal kenapa saya sangat menyukai hujan.

Sekarang, seharusnya hujan menjadi musuh saya karena sering membuat saya dan suami basah kuyup saat pulang kantor. Tapi enggak, saya tetap menikmati hujan saat bermotor. Bermain hujan dengan cara yang lain bukan?. Suami saya sudah tidak lagi bertanya apakah kami harus menepi dipinggir jalan menunggu hujan reda, karena jawaban saya pasti gelengan kepala, saya akan memilih berhujan-ria sampai rumah. Jadi kalau bertemu saya & suami ditepi jalan sedang berteduh, itu pastilah inisiatif suami saya yang tidak bisa saya bantah :D.

Saat di kantor, hujan juga saya nikmati (walau tetap rindu pada kamar tidur saya plus anak-anak dan coklat hangatnya). Dinding ruang kantor saya di lantai 20 yang full kaca, memberi pemandangan lapangan golf Simprug Senayan yang hijau buram disiram hujan. Kadang hujan angin terlihat sangat jelas berputar-putar dan sesekali menabrak dinding gedung. Mengerikan sekaligus indah. Subhanallah.

Adakah bagian menyebalkan dari hujan bagi saya?. Sebenarnya ada. Yaitu saat hujan disaat pagi dihari kerja. Bukan karena repotnya persiapan menghadapi hujan (jas hujan, sandal jepit, baju ganti, dll), tapi karena godaan si kamar tidur yang sulit sekali diabaikan, selimut yang hangat dan segala sesuatu di paragraf pertama tadi. Sungguh sebuah pertarungan berat antara tetap tinggal di rumah dan sisa cuti yang makin menyusut :D.

Lalu macetnya jalan raya Meruyung karena genangan air berteman dengan lubang-lubang besar di jalan yang rusak? Banjir yang pasti melanda sebagian Jakarta kala hujan deras satu malam saja? atau longsor di beberapa wilayah di Indonesia? Tidak! itu bukan kesalahan hujan. Itu semua kita sajalah penyebabnya –manusia- yang tidak mampu lagi mencerna kiriman Sang Maha Pemberi Rezeki. Seharusnyalah hujan menjadi berkah dan rahmat bagi semua mahklukNya di bumi.

Bahkan saat hujan adalah salah satu saat dimana doa menjadi mustajab. Jadi kalau hujan turun, nikmati dan kirimkan saja semua pinta ke langit dan yakinkan bahwa cintaNya juga tak akan pernah berhenti tercurah kepada kita.

Lalu, bagaimana mungkin saya bisa tidak suka dengan hujan? :)

No comments: