Wednesday, April 04, 2007

Bubur Ayam Istimewa


Kalau sering lewat berjalan kaki di depan terminal blok-M, pasti kenal dengan ibu tukang bubur ayam yang mangkal di depan gerbang masuk Pasaraya sekaligus gerbang masuk blokM-mall. Gerobak bubur ayam ibu ini selalu ramai dikunjungi pembeli. Padahal ada beragam makanan yang dijual disitu, ada mie ayam, soto ayam, nasi goreng, dll. Tapi tetap saja gerobak bubur ayam ini yang paling padat pengunjungnya, sampai pedagang2 yang lain harus rela meminjamkan kursi panjangnya untuk diduduki para penggemar bubur ayam ini.

Semula saya tidak tertarik untuk mencoba bubur ayam disitu. Tapi gerombolan
pembeli -yang nyaris menutupi si ibu penjual bubur dari pandangan itu- benar-benar menggoda saya untuk ikut berkerumun. Penasaran. Apa sih istimewanya bubur ayam ini?.

Saya mulai tertarik untuk sekedar mampir memperhatikan. Kemudian beberapakali saya harus membatalkan pesanan karena kelihatannya saya mendapat nomor urut yang masih jauh sekali untuk dilayani. Maklum, kalo lewat situ seringkali jarum jam sudah nyaris melewati jam masuk kantor saya.

Pertama kali mencicipi, hmm...lumayan, rasanya pas. Buburnya tidak encer meskipun tidak sekental bubur ayam mang Oyo di Dipati Ukur sana :p.

Tapi tetap rasanya tidak terlalu istimewa kalau mau jadi alasan membludaknya pengunjung, yang tidak pernah berhenti datang kecuali buburnya sudah benar-benar habis (kalau bubur belum habis walaupun bahan2 yang lain sudah habis tetap saja dibeli orang meskipun cuma makan dengan kecap dan bawang goreng, ck ck..).

Kelihatannya harga bubur ayam ini yang menarik pembeli. Sangat murah menurut saya. Tiga ribu rupiah saja seporsi. Pelanggannya rata-rata adalah gadis-gadis muda yang bekerja sebagai SPG dan pegawai di Pasaraya. Banyak sekali yang membeli hanya separuh porsi dan dihargai dua ribu rupiah saja. Saya heran sekali melihat porsi-separuh ini, hanya dikurangi buburnya sedikit saja sementara toppingnya tidak berubah semaraknya.

Selain cekatan, Ibu penjual bubur ini juga sangat sabar dan ramah melayani pembeli. Ada yang tidak pakai kecap, tidak pakai kacang, seledri yang banyak, sambal sedikit, semua dilayani dengan sabar. Kadang saya yang cuma melihat sering nggak sabar melihat pembeli yang 'cerewet' begitu padahal pelanggan sedang ramai-ramainya.

Belum lagi kalau ada yang minta tambah ini-itu, semua dilayani tanpa pelit sama
sekali, minta kerupuk lagi dong bu, kerupuknya habis nih... lalu si ibu dengan riang akan mengisi kembali mangkuknya dengan kerupuk sampai penuh. Atau, minta sayap ayamnya boleh bu?... lalu dua buah sayap ayam diberikan dengan
serta merta, tanpa tambahan charge.

Saat pelanggan sudah sepi (berarti pegawai pasaraya sudah mulai bekerja dan saya akan datang terlambat sekali ke kantor :p) kadang saya ngobrol-ngobrol sama si ibu tukang bubur. Saya tanya: Nggak rugi bu jual bubur murah begini?,
apalagi boleh beli separuh tapi isinya juga hampir sama banyaknya dengan satu
porsi
?.

Si ibu tersenyum simpul. Beberapa kali mampir disitu, dia mulai mengenali saya
yang bukan SPG Pasaraya dan biasa memberi uang lebih karena merasa nggak enak selalu minta kacang yang banyak :D.

Lalu dia jawab kurang lebih begini: saya jualan nyari rezeki sambil nyari pahala juga neng. Untung secukupnya, tapi nolongin mbak-mbak pegawai itu biar bisa sarapan kenyang kan jadi pahala buat saya.

Saya tercengang. Ternyata memang guru itu ada dimana-mana ya. Guru saya kali ini adalah seorang ibu setengah baya penjual bubur ayam gerobakan, mengingatkan saya kembali bahwa uang tidak melulu menjadi alasan dan tidak selalu menjadi tujuan.

Sekarang tahulah saya apa istimewanya bubur ayam ini. :)


6 previous comments

No comments: