Monday, May 07, 2007

Wanita Kedua

Pernah merasakan menjadi wanita kedua? Saya pernah. Eits jangan berprasangka dulu, saya hanya pernah merasakan, bukan sungguh-sungguh menjadi wanita kedua dalam rumah tangga orang lain.

Ini adalah cerita nostalgia sekitar tujuh tahun yang lalu, saat saya masih jadi penghuni rumah kost putri di daerah kebon jeruk. Suatu sore saya menerima telepon yang sangat mengejutkan dari seorang wanita yang setengah histeris, memaki-maki saya karena saya telah mengganggu suaminya. Suaranya terdengar nyaring meskipun gagang telpon sudah dijauhkan sekitar 10 cm dari daun telinga saya. Entah mimpi apa saya tadi malam :D

Heboh sekali rumah kost pada saat itu. Teman-teman berikut ibu kost, berkerumun disekitar saya (yang asli kebingungan) karena sebelumnya wanita ini sudah tiga-empat kali hari itu menelpon mencari saya dan sedikit2 menyampaikan juga titipan makian buat saya kepada siapapun yang menerima telponnya.

Entah kenapa saat itu saya cukup sabar mendengar makiannya. Yang ada dalam pikiran saya hanya rasa kasihan. Pastilah dia begitu marah kepada siapapun yang sudah menggoda suaminya.

Rupanya, ia menemukan nama saya berikut nomor telpon rumah kost saya tertulis di secarik kertas di dalam saku celana suaminya.
Saya bilang bahwa saya tidak mengenal suaminya. Tentu saja dia tidak percaya. Menurutnya sudah lama dia mencurigai suaminya, tapi baru sekarang bukti dia temukan. Setelah puas marah-marah (dan saya dengarkan saja) dia mulai menginterogasi saya selengkap-lengkapnya.
Kerja dimana, pulang-pergi kerja naik apa & lewat mana, punya pacar atau enggak, orang apa, lahir dimana, keluarga dimana. Halah! Kok ya saya masih terus meladeni pertanyaan2 anehnya. Sementara teman2 kost saya sejak awal sudah memberi kode untuk menutup saja telponnya. Tapi mungkin karena saya meladeninya dengan baik (atau karena sudah capek marah2?) akhirnya dia menutup sendiri telponnya dengan nada yang tidak lagi tinggi dan nyaring.

Selesai? Oh tidak. Ternyata hari-hari berikutnya ia masih terus menelpon ke rumah kost, meskipun menghindar berbicara dengan saya. Jadi ia ganti menginterogasi teman-teman kost saya dengan pertanyaan2 yang mungkin tidak sanggup ditanyakannya kepada saya waktu itu. Misalnya, seperti apa rupa saya, cantikkah?, adakah laki2 yang sering mengunjungi saya, siapa namanya, bagaimana ciri2nya.

Saya sungguh merasa tidak enak kepada teman2 saya khususnya ibu kost. Tapi herannya, kemudian mereka justru menganggap cerita ini hiburan segar. Dengan senang mereka meladeni semua pertanyaan wanita itu sambil memberi bumbu-bumbu tambahan. Dikatakan bahwa saya adalah seorang wanita karir yang sukses, modis, baik hati, seksi, tinggi, langsing & cantik (kalau yang ini saya rasa mereka nggak berdusta :p)

Suatu kali wanita itu kembali menelpon dan saya berbicara lagi dengannya. Kali ini saya sampaikan bahwa saya merasa tidak senang dengan perlakuannya. Saya ajak dia dan suaminya bertemu dan berbicara baik-baik supaya tidak lagi mengganggu teman-teman saya. Dia menolak. Tapi dia minta tolong untuk dihubungi via telpon, kalau suaminya itu mengunjungi saya.

What? Rupanya dia sangat yakin kalau laki2 yang sering mengunjungi saya adalah suaminya. Dia bilang suaminya memang suka ganti-ganti nama, kadang Agus, kadang Rahmat, kadang Ipung (??!!), meskipun nama aslinya adalah Arif. (Ahh... pak Arif, kamu sungguh nggak arif sudah membuat bu Arif marah2 membabi-buta)

Kebetulan sekali saat itu mas Ipung sedang menunggu di teras rumah karena memang hari itu adalah jadwal kunjungan :p.
Oke, saya minta izin teman2 & ibu kost untuk membawa ‘pak Arif’ masuk dan berbicara di telepon. Untung mas Ipung sudah sempat saya ceritakan masalah ini dan dia dengan senang hati berkenalan dengan ‘istrinya’. Cukup lama juga mereka berbicara.
Sejak itu teror ke rumah kost mulai berkurang. Hanya sesekali untuk meng-cross-check bahwa bukan stuntman yang bicara dengannya waktu itu.

Benar-benar pengalaman yang sulit dilupakan. Masih sering tertawa sendiri kalau mengingat kejadian beberapa bulan saja sebelum kami menikah itu.
Sampai sekarang saya nggak pernah tahu bagaimana ceritanya identitas saya bisa nyelip ke saku celana pak (tidak)Arif saat itu :D.



.

5 comments:

BitcH said...

wah!!! susah tu... kenapa suaminyabegtu eh? do guys all like that.. coz kebanyakan lelaki begitu ... di mana ku akan dapat lelaki setia dan akan selalu mencintai ku?

bundanya i-an said...

ha..ha... ada-ada aja itu ibu arief.. hmm tapi jadi pengalaman yang lucu ya jeng...

Ratih said...

test test!
huhu kok pada gak bisa ninggal komen yaa :(

to bitch (?): santai aja neng... masih banyak laki2 yang baik di dunia ini, percayalah.. dia disiapkan untuk wanita yang baik juga :)

to bundanya Ian: iya mbak pengalaman jadi wanita kedua, hehe.. nggak enak!

Anonymous said...

wahahhaha.... duh sabar banget deh dikau mbak, kalo aku udah aku laporin ke polisi sama Komnas Perempuan kali, wong nggak ngapa2in sama suaminya kok kena teror, ihhh sebel banget...

kira2 siapa ya yg nyelipin kertas itu? ada to be continued nya gak nih? penasaran bo...

Ully said...

'Allo mbak, salam kenal. Jadi inget, dulu pernah juga saya alamin kejadian yg sama, tp lbh parah krn sang suami teman sekantor dan ternyata hidung belang. Entah gimana nama dan nomor telepon saya sampe ke istrinya dan tiba-tiba diterorlah saya. Ampyuuunnn deh. Setelah saya jawab baik2, eh... yg ada si istri malah curhat n minta mata2in suaminya?! Yeee... ngapain juga la yaw. Hihihi....